Selasa, 17 Juli 2012

Kontroversi Energi Nuklir

Energi merupakan sumber dari seluruh kehidupan di alam ini. Energi terdiri dari beberapa bagian, antara lain energi yang dapat terbarukan dan energi yang non-terbarukan. Energi yang tidak dapat terbarukan merupakan energi yang berasal dari fosil - fosil di dalam bumi, misalnya minyak bumi. Sedangkan energi yang terbarukan adalah energi yang dapat bertahan secara terus - menerus yang berasal dari proses perubahan alam dan tidak akan habis, seperti tenaga surya, tenaga angin, arus air yang mengalir, dan panas bumi. Energi terbarukan ini juga dapat diartikan sebagai energi yang memiliki berpotensi bertahan secara keberlanjutan atau sustainable. Hal yang saat ini diperdebatkan oleh beberapa peniliti di negara - negara maju terkait masalah energi terbarukan adalah status dari energi nuklir. Apakah energi nuklir merupakan energi yang terbarukan atau tidak? Para peneliti di bidang energi non-nuklir tidak menjelaskan bahwa energi nuklir adalah energi yang berkelanjutan karena persediaan Uranium-235 ada batasnya, katakanlah ratusan tahun. Namun, para penggiat nuklir beranggapan bahwa nuklir termasuk energi berkelanjutan jika digunakan sebagai bahan bakar di [reaktor pembiak cepat (FBR: Fast Breeder Reactor)] karena cadangan bahan bakar nuklir bisa "beranak" ratusan hingga ribuan kali lipat. Apakah mungkin? Apa mungkin bisa?

Alasan dari anggapan itu begini, cadangan nuklir yang diteliti oleh para pakar energi dalam kurun waktu puluhan atau ratusan tahun itu secara implisit dihitung dengan asumsi reaktor yang digunakan adalah reaktor biasa yang bisanya bertipe BWR atau PWR, yang hanya bisa membakar U-235. Di lain pihak, kandungan U-235 di alam hanya sekitar 0,72% saja, sisanya kurang lebih 99,28% merupakan U-238. U-238 ini dalam kondisi pembakaran "biasa" (digunakan sebagai bahan bakar di reaktor biasa) tidak mampu menghasilkan energi nuklir yang biasanya digunakan, tetapi jika dicampur dengan U-235 dan dimasukan bersama-sama ke dalam reaktor pembiak, bersamaan dengan konsumsi/ pembakaran U-235, U-238 mengalami reaksi penangkapan 1 neutron dan berubah wujud menjadi U-239. Dalam sekian menit, U-239 meluruh dengan menghasilkan partikel beta dan berubah wujud menjadi Np-239. Selanjutnya, Np-239 juga meluruh dan menghasilkan partikel beta menjadi Pu-239. Sehingga, Pu-239 inilah walaupun tidak tersedia di alam tetapi dapat dihasilkan dari hasil sampingan reaksi pembakaran U-235, memiliki kemampuan membelah diri dan menghasilkan energi sebagaimana U-235. Jadi, semakin banyak U-238 daripada U-235, dan jika semuanya dapat diubah menjadi Pu-239, berapa kemungkinan terjadi peningkatan jumlah bahan bakar nuklir. Hal yang serupa juga terjadi untuk atom [thorium -233] yang dengan reaksi penangkapan 1 neutron berubah wujud menjadi U-233 yang memiliki kemampuan reaksi berantai (reaksi nuklir). Itulah alasannya mengapa negara-negara maju tertentu tidak ingin meninggalkan nuklir meski resiko radioaktif yang diterimanya tidak ringan. Itulah pula alasan mengapa reaktor pembiak cepat seperti yang dimiliki oleh Korea Utara mendapat pengawasan ketat dari IAEA karena mampu memproduksi bahan bakar baru Pu-239 yang rentan disalahgunakan untuk senjata pembunuh massal. Di sisi lain para penentang nuklir cenderung menggunakan istilah "energi berkelanjutan" sebagai sinonim dari "energi terbarukan" untuk mengeluarkan energi nuklir dari pembahasan kelompok energi tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar